Penulis : Hanifa Makaila Fakhiroh (SMP Negeri 1 Padangan)
Pernahkah kamu merasa hari berjalan begitu cepat saat kamu tengah asyik dengan gawai? Baru saja bangun tidur, tiba-tiba sudah mau tidur lagi. Itulah yang sering terjadi di era digital ini. Seolah dunia berada dalam genggaman. Tanpa sadar, kita telah screen time (durasi menggunakan gawai) selama berjam-jam. Entah itu menggeser layar ponsel untuk menonton konten maupun obrolan daring. Memang awalnya tampak menyenangkan. Namun dampak buruknya tetap tidak dapat diabaikan.
Mengutip data World Health Organization (2019) bahwa untuk mencapai kesehatan mental dan fisik yang baik maka anak membutuhkan lebih banyak waktu untuk melakukan aktivitas fisik dibandingkan dengan menghabiskan waktu dengan screen time. Menurut beberapa artikel, banyaknya waktu screen time dapat memengaruhi suasana hati di siang hari. Tak hanya itu, karena sibuk dengan gawai, jam tidur jadi mundur. Sehingga memengaruhi kualitas tidur. Hal ini akan berdampak signifikan pada remaja usia sekolah karena konsentrasi menurun saat belajar. Postur tubuh yang buruk ketika kamu menatap layar ponsel juga mampu menyebabkan nyeri leher atau punggung kronis.
Saat screen time, konten-konten yang kita lihat dan dengarkan tanpa sadar memengaruhi pola pikir kita. Adanya tren di media daring membuat kita mengikuti bahkan merasa takut tertinggal. Tidak masalah kalau itu tren yang bersifat positif. Namun bagaimana jika sebaliknya? Contohnya saja tren kecantikan dan citra tubuh tidak realistis yang masih berseliweran sampai detik ini. Di antaranya diet ekstrem, kulit putih, dan masih banyak lagi.
Sedihnya, survei menunjukkan 8 dari 10 remaja perempuan membandingkan diri mereka dengan orang-orang di sosial media. Padahal, Tuhan menciptakan Makhluk-Nya secara istimewa. Ibarat sebongkah batu yang bisa kamu ukir dan manfaatkan potensinya. Itulah dirimu.
Seperti yang kita bahas di paragraf awal, lamanya screen time sudah menjadi bukti nyata ketergantungan kita dengan teknologi. Mudahnya akses informasi menjadi kunci utama penyelesaian masalah sehari-hari. Kalau mencari jawaban tugas sekolah, mana yang lebih kamu pilih? Mencari secara pelan-pelan lewat tumpukan buku. Atau justru menyapa AI (Artificial Intelligence), bertanya, dan tinggal klik saja?
Memakai AI sudah menjadi kebiasaan yang mengakar di masyarakat modern. Terutama gen Z yang hidupnya sangat dekat dengan teknologi. Ini justru menimbulkan budaya malas berpikir. Skill problem solving (pemecahan masalah) kita bisa tumpul. Padahal itulah yang paling dibutuhkan saat ini.
Oleh karena itu, literasi digital hadir sebagai solusi menangani masalah yang telah kita bahas bersama. Literasi bukan hanya soal membaca. Tetapi mendengarkan, mengkritisi, juga memilah mana yang paling sesuai untuk diri kita. Kemampuan literasi digital yang baik, menjadi tameng dalam memerangi hal buruk di media sosial. Ingat, teknologi ada untuk kita manfaatkan. Bukan malah teknologi yang memanfaatkan kita. Mari kita buktikan pada dunia. Bahwa gen Z mampu menyandang gelar sebagai agen penggerak perubahan!
Sumber :
- Poltekkes Kemenkes Pangkalpinang. (2025, 27 Juli). Dampak Screen Time pada Kesehatan Mental dan Fisik Kaum Muda di Indonesia: Tantangan dan Solusi. Poltekkes Kemenkes Pangkalpinang. Diakses dari https://poltekkespangkalpinang.ac.id/dampak-screen-time-pada-kesehatan-mental-dan-fisik-kaum-muda-di-indonesia-tantangan-dan-solusi (diakses Agustus 2025).
- Simanjuntak, Susi. (2023). Literatur review: Pengaruh screen time terhadap masalah perilaku anak. Jurnal Keperawatan, 11(1), 64–. 80. https://doi.org/10.35790/j-kp.v11i1.48465